TERTAWALAH SEBELUM TERTAWA ITU DILARANG - WARKOP DKI

Rabu, 16 Desember 2015

HUBUNGAN MODEL ACCELERATED LEARNING DAN KEMAMPUAN BERPIKIR LATERAL MATEMATIS SISWA



HUBUNGAN MODEL ACCELERATED LEARNING DAN KEMAMPUAN BERPIKIR LATERAL MATEMATIS SISWA

oleh Rachmat Satrio W


Pendidikan merupakan kebutuhan pokok manusia yang wajib dipenuhi oleh setiap individu. Anak usia dini hingga orang dewasa membutuhkan pendidikan sebagai bekal menghadapi tantangan perubahan jaman serta persaingan global yang makin marak terjadi di era globalisasi ini. Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Setiap individu wajib menempuh pendidikannya di sekolah demi mendapatkan pengajaran dan latihan sebagai bekal untuk menjalani masa depan.
Adapun tujuan pembelajaran matematika di sekolah tercantum  dalam Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, yaitu agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:
1.             Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.
2.             Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan  matematika.
3.             Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
4.             Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
5.             Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Sejalan dengan hal tersebut, dalam Principles and Standard For School Mathematics (NCTM, 2000) disebutkan juga bahwa tujuan pembelajaran matematika adalah untuk mengembangkan: (1) kemampuan pemecahan masalah, (2) kemampuan pemahaman, (3) kemampuan komunikasi, (4) kemampuan koneksi, dan (5) kemampuan representasi. Selain kemampuan-kemampuan yang menjadi tujuan tersebut, dalam pembelajaran matematika siswa perlu dibekali dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kemampuan berpikir tersebut diperlukan agar siswa memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi dalam mengambil sebuah keputusan dari suatu permasalahan kehidupan di masa sekarang dan masa depan yang penuh dengan tantangan dan perubahan yang terjadi dengan cepat.
Kemampuan berpikir memegang peranan penting dalam menjalani setiap aspek kehidupan. Berpikir adalah berkembangnya ide dan konsep di dalam diri seseorang (Bochenski dalam Ratih, 2010). Setiap individu mempunyai cara berpikir masing-masing sehingga dari cara mereka berpikir akan mempengaruhi keputusan mereka dan akan berbeda-beda pula hasilnya. Namun, perbedaan dalam hal ini adalah sebuah keunikan dan bisa menjadi kesempurnaan ketika dikombinasikan antara pemikiran yang satu dengan pemikiran yang lainnya. Di dalam pembelajaran matematika ada banyak masalah yang disajikan dan memerlukan kemampuan-kemampuan tertentu untuk menyelesaikan masalah, salah satunya kemampuan berpikir lateral. Berpikir lateral adalah kemampuan untuk berpikir kreatif dengan menggunakan inspirasi dan imajinasi untuk memecahkan masalah dengan melihat mereka dari perspektif yang tak terduga. Kemampuan berpikir lateral merupakan salah satu tujuan pembelajaran matematika di sekolah, kompetensi ini diperlukan dalam memecahkan masalah. Oleh karena itu kompetensi berpikir lateral perlu dikembangkan dalam pembelajaran matematika agar dapat menghasilkan produk-produk yang berkualitas dan memiliki kecerdasan. Kemampuan berpikir lateral sangat baik dikembangkan dalam pembelajaran matematika agar siswa tidak mudah cepat menyerah dan mengalami kebuntuan dalam menyelesaikan suatu permasalahan.
Saat ini, pada umumnya kegiatan pembelajaran matematika di sekolah menggunakan model konvensional. Siswa lebih banyak mendengarkan penjelasan guru di depan kelas dan mengerjakan latihan soal-soal yang diberikan seperti contoh yang telah dijelaskan. Sehingga siswa kurang diberikan kesempatan untuk menggunakan alternative lain dalam menyelesaikan soal dari permasalahan yang diberikan. Soal-soal yang diberikan masih bersifat close problem yakni tipe masalah yang diberikan mempunyai cara dan jawaban yang tunggal, serta soal-soal yang diberikan bersifat rutin sehingga kurang melatih kemampuan berpikir siswa untuk berpikir tingkat tinggi.
Fakta yang terjadi di lapangan menurut survei kemampuan yang dilakukan oleh Programme for International Student Assessment (PISA) (Fitri, 2013) pada 3 penyelenggaraan terakhir yaitu tahun 2006, 2009, dan 2012. Indonesia menduduki peringkat 50 dari 57 negara dengan perolehan skor rata-rata 391 pada tahun 2006, peringkat 61 dari 65 negara dengan perolehan skor rata-rata 371 pada tahun 2009, serta peringkat 64 dari 65 negara dengan perolehan skor rata-rata 375 pada tahun 2012. Kompetensi yang diujikan dalam PISA ini lebih mengacu pada pemahaman, penalaran, dan proses berpikir matematika tingkat tinggi.
Penilaian PISA ini berdasarkan pada tiga komponen, yaitu komponen konten, komponen proses dan komponen konteks. Kemampuan proses didefinisikan sebagai kemampuan seseorang dalam merumuskan, menggunakan dan menafsirkan matematika untuk memecahkan masalah yang melibatkan kemampuan dalam komunikasi, matematisasi, representasi, penalaran dan argumentasi, menentukan strategi untuk memecahkan masalah, penggunaan bahasa simbol, bahasa formal, dan bahasa teknis sebagai alat matematika.
Peningkatan kemampuan berpikir lateral matematis dapat dilakukan dengan pemilihan model pembelajaran yang sesuai dan tepat sehingga siswa dapat lebih meningkatkan kemampuan berpikir lateral matematisnya. Untuk mencapai tujuan dari pembelajaran matematika tersebut, maka seharusnya guru dapat memberikan kebebasan berpikir kepada siswa agar mereka dapat menggunakan strategi sesuai dengan pengetahuan yang mereka miliki. Dalam proses pembelajaran perlunya siswa untuk berperan aktif, dan juga perlunya adanya diskusi kelas agar siswa dapat bertukar pikiran sehingga diperoleh sudut pandang yang berbeda

Istilah berpikir lateral ini dikemukakan pertama kali tahun 1967 oleh Edward de Bono, seorang psikologi asal Malta. Berpikir lateral adalah kemampuan untuk berpikir kreatif atau “di luar kotak” dengan menggunakan inspirasi dan imajinasi untuk memecahkan masalah dengan melihat mereka dari perspektif yang tak terduga. Berpikir lateral meninggalkan pemikiran cara tradisional, dan membuang prasangka.
Menurut De Bono (1991) “Lateral thinking is a term coined for the solution of problems through an indirect and creative approach. Lateral thinking is about reasoning that is not immediately obvious and about ideas that may not be obtainable by using only traditional step-by-step logic”. Berpikir lateral adalah memecahkan masalah melalui pendekatan langsung dan pendekatan kreatif, dengan menggunakan penalaran yang tidak segera jelas dan melibatkan ide-ide yang mungkin tidak diperoleh dengan hanya menggunakan logika langkah-langkah tradisional.
De Bono (1991) juga menyatakan bahwa berpikir lateral berkaitan erat dengan pembangkit gagasan baru. Terdapat suatu perasaan ingin tahu bahwa gagasan baru berkaitan dengan penemuan cara. Berpikir lateral juga memiliki peranan, yaitu dengan berpikir lateral seseorang dapat berpikir bebas dalam arti seseorang dapat berpikir sesuatu dari sudut pandang yang baru tidak harus sama dengan pola pikir yang sudah lazim sebelumnya. De Bono (2007) mengatakan bahwa berpikir lateral berhubungan erat dengan kreativitas. Tetapi apabila kreativitas seringkali hanya merupakan deskripsi suatu hasil, maka berpikir lateral adalah deskripsi suatu proses.
Hawkins & Allen (1992) mendefinisikan berpikir lateral adalah metode pemecahan masalah lewat pendekatan tak lazim, atau memakai unsur-unsur yang biasanya diabaikan oleh cara berpikir logis. Lalu Longman Group (1992) mendefinisikan berpikir lateral sebagai cara kreatif berpikir yang mencoba menggunakan imajinasi dan humor untuk menemukan sesuatu yang baru dan berpikir cerdik untuk berbagai masalah. Berpikir lateral disebut juga berpikir zig-zag, seringkali dipertentangkan dengan berpikir lurus, vertikal, yang selalu runtun menurut logika. Dalam berpikir lateral, kita boleh saja menyimpang, berbelok-belok, bahkan melompat dari satu gagasan ke gagasan lain. Kita memperbolehkan melepaskan diri dari kebiasaan atau pola-pola pikir yang selama ini.
Menurut De Bono (1991), yang menjadi masalah dalam berpikir lateral adalah kekayaan keragaman pikiran. Dalam berpikir lateral sedapat mungkin dikembangkan sebanyak-banyaknya pendekatan alternatif demi pengembangan dan penemuan sesuatu dengan cara yang tidak biasa. Dengan berpikir lateral direncanakan eksperimen agar memperoleh peluang guna mengubah gagasan. Gaya berpikir lateral yaitu bagaimana siswa mampu mencari berbagai alternatif penyelesaian masalah yang mungkin dilakukan dalam memecahkan masalah matematika.
Menurut Badi & Tajdin (dalam Arsisari, 2014), dua fungsi yang dijalankan dalam berpikir lateral yaitu:
1.      Fungsi provokatif dan permisif, menyatukan informasi melalui cara-cara baru dan membiarkan penyusunan informasi yang tidak dibenarkan.
2.      Fungsi pembebasan, mengacaukan pola lama dan membiarkan informasi yang terpenjara muncul serentak dalam cara baru.
Selanjutnya De Bono (1991) mendefinisikan empat aspek utama berpikir lateral, yaitu:
1.      The recognition of dominant polarizing ideas (identifikasi/pengenalan gagasan-gagasan pembeda yang dominan).
2.      The search for different ways of looking at things (pencarian cara yang berbeda dalam melihat sesuatu).
3.      A relaxation of the rigid control of vertical thinking (relaksasi kontrol yang kaku dari cara berpikir vertikal).
4.      The use of chance (penggunaan kesempatan).

      Model Accelerated Learning merupakan sebuah pendekatan alternatif yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah-masalah yang terkait dengan pembelajaran di sekolah yang berusaha menekankan keaktifan siswa dalam belajar. Menurut Russel (2011, hlm. 5) Accelerated pada dasarnya berarti semakin bertambah cepat. Learning didefinisikan sebagai sebuah proses perubahan kebiasaan yang disebabkan oleh penambahan keterampilan, pengetahuan, atau sikap baru.
Beberapa definisi Accelerated Learning menurut para ahli (Meier, 2002) :
1)      Menurut Dr. George Lazanov
Accelerated Learning adalah model pembelajaran yang menciptakan proses lingkungan dan pengajaran untuk memungkinkan peserta didik untuk bergerak di luar membatasi keyakinan dan kesalahpahaman dan memanfaatkan potensi tersembunyi mereka.
2)      Menurut Dave Meier
Accelereted Learning adalah salah satu cara belajar alamiah yang diyakini mampu menghasilkan tokoh orisinil dalam menghadapi era-kesemerawutan. Karena Accelereted Learning pada intinya adalah filosofi pembelajaran dan kehidupan yang mengupayakan demekanisasi dan memanusiakan kembali, serta menjadikan pengalaman bagi seluruh tubuh, pikiran, dan pribadi.
Menurut Rose dan Nicholl (2012) Accelerated Learning adalah kemampuan menyerap dan memahami informasi baru dengan cepat dan menguasai informasi tersebut. Syarat bagi pembelajaran yang efektif adalah dengan menghadirkan lingkungan yang mendukung dan menyenangkan. Dalam model Accelerated Learning, Rose dan Nicholl (2012:94) mengemukakan enam langkah yang menjadi dasar Accelerated Learning. Keenam langkah dasar itu menjadi prinsip yang disingkat dengan istilah M-A-S-T-E-R, yaitu:

1)      Motivating Your Mind (Memotivasi Pikiran)
    Langkah pertama adalah memotivasi pikiran siswa untuk siap belajar. Guru berkewajiban membuat keadaan pikiran siswa relaks, percaya diri, dan termotivasi. Karena jika siswa berada pada keadaan stres atau kurang percaya diri akan muncul ketakutan dan ketegangan sehingga siswa tidak akan melihat manfaat dari yang mereka pelajari yang berakibat siswa tidak dapat belajar dengan baik.
     Memiliki sikap yang benar terhadap belajar tentang sesuatu adalah prasyarat mutlak, mempunyai keinginan untuk memperoleh keterampilan atau pengetahuan baru dan percaya diri bahwa kita mampu belajar maka informasi yang didapatkan akan mempunyai dampak bermakna bagi kehidupan. Oleh karena itu, guru memotivasi bahwa setiap siswa mampu memperoleh nilai 100, hanya setiap siswa memiliki keinginan dan waktu yang berbeda-beda dalam memahami pelajaran.

2)      Acquiring The Information (Memperoleh Informasi)
    Siswa perlu mengambil, memperoleh, dan menyerap fakta-fakta dasar dari materi yang akan dipelajari. Guru menjelaskan materi secara garis besar atau gagasan inti dari materi yang diajarkan untuk selanjutnya siswa yang menggali dan mengembangkan informasi.

3)      Searching Out The Meaning (Menyelidiki Makna)
      Pada tahap ini, siswa dituntut untuk membuat makna dan memahami materi yang dipelajari, yaitu dengan jalan guru memberikan sejumlah masalah atau pertanyaan yang mendorong siswa menemukan sendiri penyelesaian masalah. Mengubah fakta menjadi makna adalah hal dimana kedelapan kecerdasan kita berperan aktif. Setiap jenis kecerdasan adalah sumber daya yang bisa kita terapkan ketika mengeksplorasi dan menginterpretasikan fakta-fakta dari subjek pelajaran.

4)      Triggering The Memory (Memicu Memori)
      Rose dan Nicholl (2012, hlm. 179) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa 70% dari apa yang dipelajari hari ini dapat terlupakan dalam jangka waktu 24 jam apabila tidak melakukan upaya khusus untuk mengingatnya. Dan ingatlah bahwa di samping setiap orang memiliki berbagai tipe kecerdasan yang berbeda, mereka juga memiliki daya ingat (kemampuan mengingat) yang berbeda. Hal ini berarti pengulangan materi sangat perlu dilakukan untuk memicu memori siswa. Exhibiting What You Know (Mempresentasikan)
Para siswa perlu menilai dan mendemonstrasikan apa yang telah mereka pelajari serta bagaimana strategi belajar mereka bekerja dengan baik. Memamerkan apa yang telah diketahui dalam bentuk sharing antarsiswa, antarkelompok, dan antar yang tahu ke yang belum tahu. Setiap kelompok diberi kesempatan untuk mempresentasikan apa yang telah mereka ketahui dan kelompok lain memberi umpan balik seperti bertanya dan menanggapi.

5)      Reflecting How You’ve Learned (Merefleksikan)
    Siswa mengevaluasi cara dan hasil belajarnya. Merefleksikan pengalaman belajar siswa tidak hanya pada apa yang telah siswa pelajari tetapi juga bagaimana mereka mempelajarinya. Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas atau pengetahuan yang baru diterima. Mengkaji dan merenungkan kembali pengalaman belajar dapat membantu siswa mengubah karang penghalang yang keras menjadi batu pijak untuk melompat kedepan. Siswa mampu menyingkirkan gagasan yang mustahil diterapkan dan mencoba pengalaman yang baru.

 Hubungan Model Accelerated Learning dan Kemampuan Berpikir Lateral Matematis

     Kemampuan berpikir lateral merupakan salah satu tujuan pembelajaran matematika di sekolah, kompetensi ini diperlukan dalam memecahkan masalah. Dalam kemampuan berpikir lateral yang diutamakan adalah bagaimana siswa dapat memunculkan ide-ide tanpa memandang penilaian hasilnya. Dengan berpikir lateral, dari suatu permasalahan yang ada kita tidak langsung melompat ke pencarian solusi, tetapi memunculkan terlebih dahulu ide-ide yang memungkinkan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Karena menurut Pauling (dalam Rose dan Nicholl : 2012) cara terbaik untuk memperoleh ide yang baik adalah dengan mendapatkan banyak ide.
    Untuk meningkatkan kemampuan berpikir lateral matematis dapat dilakukan dengan pemilihan model pembelajaran yang tepat, dimana guru dapat memberikan kebebasan berpikir kepada siswa agar mereka dapat menggunakan strategi sesuai dengan pengetahuan yang mereka miliki, dalam proses pembelajaran perlunya siswa untuk berperan aktif, dan juga perlunya adanya diskusi kelas agar siswa dapat bertukar pikiran sehingga diperoleh sudut pandang yang berbeda. Salah satu alternatif pembelajaran yang bisa digunakan adalah model Accelerated Learning.
Salah satu tahapan dalam model Accelerated Learning adalah Searching Out The Meaning (Menyelidiki Makna). Ketika proses diskusi dalam kelompok berlangsung, siswa dapat menggunakan teknik The Six Thinking Hats (Enam Topi Berpikir), yang diciptakan oleh De Bono (2007), yang merupakan penerapan dari berpikir lateral. Teknik ini melihat suatu masalah dari berbagai sudut pandang dan mengelola ide/pemikiran agar tidak melebar dan selalu tetap pada jalurnya sehingga akan memudahkan pengambilan keputusan. Dengan teknik ini, diskusi dapat berjalan dengan singkat dan efektif sesuai dengan model Accelerated Learning yaitu belajar lebih cepat dan mengingat lebih banyak.
    Jadi model Accelerated Learning merupakan salah satu cara yang efektif untuk meningkatkan kemampuan berpikir lateral matematis siswa. Karena pada dasarnya kemampuan berpikir lateral matematis yaitu menemukan alternatif penyelesaian yang mungkin dilakukan dalam pemecahan masalah dilihat dari berbagai sudut pandang, oleh karena itu siswa bisa belajar untuk menentukan strategi yang tepat untuk memecahkan masalah dan berdiskusi dengan siswa yang lain sehingga diperoleh sudut pandang yang berbeda dan menghasilkan alternatif-alternatif jawaban dalam memecahkan suatu masalah.

                                            DAFTAR PUSTAKA

Arsisari, A. (2014). Penerapan Pendekatan Problem Centered Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Lateral dan Persistance (Kegigihan) Matematis Siswa SMP. Tesis SPS UPI: Tidak Diterbitkan.

De Bono, E. (1991). Berpikir Lateral: Buku Teks Kreativitas, terjemahan Sinaga. Jakarta: Erlangga.

De Bono, E. (2007). Revolusi Berpikir, terjemahan Sitompul. Bandung: Kaifa.

Fitri. (2013). Skor PISA: Posisi Indonesia Nyaris Jadi Juru Kunci [Online] Tersedia : http://www.kopertis12.or.id/2013/12/05/skor-pisa-posisi-indonesia-nyaris-jadi-juru-kunci.html [21 April 2015].

Hawkins, J. M. & Allen, R. (1992). The Oxford Encyclopedic Dictionary. New York: Clarendon Press Oxford.

Longman Group. (1992). Longman Dictionary of English Language and Culture. England: Longman Grup UK Limited.

Meier, D. (2002). The Accelerated Learning Handbook, terjemahan Asuti. Bandung: Kaifa.

National Council of Teachers of Mathematics (NCTM). (2000). Principles and Standards for School Mathematics. [Online]. Tersedia di: http://www.nctm.org/uploadedfiles/math_standards/12752_exec_pssm.pdf. [21 April 2015].

Permendiknas. (2006). Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: BSNP.

Ratih, dkk. (2010). Berpikir (Thinking). Psikologi. OR.ID. Jurnal Kajian Psikologi. ISSN 977 2302-1160. Online Tersedia: [http://psikologi.or.id/psikologi-umum Pengantar/berpikir-thinking.htm] [15 April 2015].

Rose, C. dan Nicholl, M. J.. (2012). Accelerated Learning For The 21st Century: Cara Belajar Cepat Abad XXI, terjemahan Ahimsa. Bandung: Nuansa.

Russel, L. (2011). The Accelerated Learning Fieldbook, terjemahan Zakkie. Bandung: Nusa Media.

Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

1 komentar:

  1. How to play the Baccarat table - WORRione
    The first trick to 제왕카지노 winning at Baccarat is 바카라 사이트 the highest value bet. You'll see the winning combinations in the numbers. The next point will 바카라 be the sum of the

    BalasHapus